Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Sebuah Hari untuk Pembelajaran

       Beberapa hari yang lalu, aku menulis sebuah status via salah satu jaringan sosial. Isinya bukan sesuatu yang hebat. Hanya sebagian dari apa yang aku lihat dan aku rasakan. Semakin hari aku semakin tidak mengerti. Mengapa nilai harus menjadi satu-satunya faktor untuk mengukur ilmu pengeteahuan? Mungkin itu baik. Mungkin sebuah ukuran kuantitatif bisa merepresentasikan kemampuan sesorang dalam menangkap apa yang ia terima, apa yang ia pelajari, dan apa yang mampu ia tangkap.
       Miris rasanya. Banyak dari kita yang belajar hanya untuk mendaptkan sebuah parameter, yang memberikan identitas kuantitatif, bukan kualitatif. Orang semakin terobsesi untuk mendapatkan parameter itu, bukan ilmu pengetahuan. Aku masih ingat. Seorang anak kecil yang ku temui di sebuah perkampungan. Ia memegang pensilnya yang jelek, bahkan mungkin satu-satunya pensil kayu yang ia miliki, dan sebuah buku yang tampak lusuh. Aku bertanya pada anak kecil itu tentang apa yang sedang dikerjakannya.
       "Apa yang adek tulis?", tanyaku. "Oh, ini ka huruf A", jawabnya. Aku tertegun. Aku mengamatinya menulis. Berkali-kali ia menulis hruf A dan berkali-kali juga ia menghapusnya. "Kenapa dihapus?", tanyaku heran. "A ku sangat jelek ka. Masih miring sebelah dan kadang-kadang tidak seperti huruf A", jawabnya sambil tertawa kecil. "Kamu ingin A yang bagus?", tanyaku lagi. "Ya. aku sudah belajar banyak huruf. Tapi huruf yang satu ini, sulit sekali aku nulisnya dengan bagus. Aku mau belajar nulis terus, sampai aku bisa menulisnya dengan bagus". Ya, anak kecil tadi menyadarkan aku satu hal bahwa dalam belajar kita punya dorongan tertentu yang menjadi alasan bagi kita untuk belajar.
       Setiap orang tentu punya alasan dan dorongan yang berbeda-beda tentang mengapa ia belajar. Aku ingin sekali belajar untuk tau, belajar untuk mengerti apa yang sebelumnya tidak ku mengerti, tanpa dikejar-kejar oleh bayangan bernama 'NILAI'. Aku ingin belajar dengan senang. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa nilai merupakan parameter yang sangat menentukan saat ini. Dan aku belajar untuk menyesuaikan diri dengan teori, norma dan ketentuan-ketentuan itu.
        

        Suatu ketika, aku bertemu dengan seorang bapak tua. Ia seorang supir angkot. Ia berbincang denganku dengan bahasa Inggris. Aku agak terkejut melihatnya. Dia mungkin tidak berbicara bahasa inggris dengan baik dan benar, dengan mengikuti kaidah yang ada atau tenses-tenses yang ada. Tapi, ia berbicara dengan berbagai kosakata. Dia berkata kepadaku "Saya tidak kuliah, saya tidak punya cukup uang untuk itu. Saya bisa berbicara seperti ini, karena saya suka membaca. Saya hanya memiliki sedikit uang jajan saat sekolah dulu dan saya menabungnya hanya untuk membeli sebuah buku. Buku percakapan bahasa inggris pertama yang saya beli. Saya suka sekali membaca. Dengan membca, saya jadi memiliki wawasan. Sekalipun saya hanya seorang supir angkot, saya mendorong diri saya untuk tidak mengalah kepada nasib. Saya boleh jadi supir angkot, tapi otak saya dan wawasan saya tidak boleh seperti pekerjaan saya. Dan apa kamu tahu apa yang membuat saya tidak kalah hebat dari seorang mahasiswa? Karena saya suka membaca. Karena saya tidak malas untuk membaca. Saya mungkin punya banyak kekurangan, tapi dengan membaca saya menjadi orang yang lebih". Kata-kata bapak itu seperti palu yang menekan-nekan sarafku untuk berpikir. Betapa beruntungnya aku bisa menikmati pendidikan di bangku perkuliahan. Namun, semangatku untuk mau membaca jelas kurang jika dibandingkan dengan bapak tua itu. 
        Semenjak kejadian itu, aku belajar untuk gemar membaca. Aku mulai dengan membaca sebuah buku bahan laporanku. Dan aku berhasil. aku menemukan jawaban dari ketidaktahuanku. Jawaban yang tidak aku temukan dari hasil searching di internet. Memang benar, untuk melihat dunia, aku harus membuka jendela dan biarkan angin masuk, angin pengetahuan. 


        Di lain kesempatan, aku duduk di sebuah ruangan dengan banyak orang. Ada seorang laki-laki tengah berbicara di depan. Lama dia berbicara dan aku tidak terlalu menyimak pembicaraannya, hingga di bagian pertengahan ia mengatakan tentang keterbatasan fisik yang ia miliki. Ia menderita penyakit di umurnya yang masih muda dan penyakit itu membuatnya tidak lagi menjadi seperti orang normal. Ia bercerita, bahwa ia hanya duduk terus-menerus dikamarnya, dia berhenti sekolah, ia mulai menutup semua jendela di kamarnya, dan ia tidak memiliki semangat lagi. Ayahnya lalu datng menghampirinya dan mengamati koleksi serangga miliknya. Ya, ia suka mengkoleksi serangga. Ayahnya mulai membuka jendela kamar itu, udara dan cahaya masuk seketika. Ia tidak suka dengan apa yang ayahnya lakukan. Ia tidak ingin jendela itu terbuka. Namun ayahnya berkata bahwa dengan keterbatasanmu saat ini, berdiam diri adalah hal yang sah-sah saja. Tapi lihat, di luar sana serangga-serangga itu masih berterbangan. Kalau kamu tetap berdiam diri di tempat ini, kamu tidak akan dapat melihat serangga-serangga itu dan menangkapnya untuk koleksi terbarumu. Ia tersentak dan menyadari maksdu perkataan ayahnya. Ia mulai merawat dirinya, ia mulai membenahi hidunya. Ia berkata bahwa ia harus kuliah, ia harus bisa mencapai impiannya.
        Cerita laki-laki itu membuat aku berpikir banyak bahwa motivasi adalah salah satu faktor penting dalam belajar. Selama kamu tidak memiliki impian dan target yang ingin kamu wujudkan, kamu akan menjadi sia-sia. Ya, aku menemukannya. Aku menemukan jawaban dari semua pertanyaanku belakangan ini. Dalam belajar kita hanya butuh kejujuran. Jujur bahwa kita bisa atau tidak bisa, mengerti atau tidak mengerti. Dalam belajar kita butuh motivasi dan target, sesuatu yang ingin kita capai. Dalam belajar kita harus senang dalam menjalani prosesnya, meski menyakitkan sekalipun. Jika kamu hanya mendapat nilai yang kecil, tapi hasil usaha mu, syukurilah itu. Daripada kamu mendapat nilai yang sangat bagus, tetapi hasil pemikiran oranglain. Dan jangan pernah menyerah pada keadaan. Keadaan yang memaksamu, ataupun keadaan yang kita buat sendiri. Belajar adalah tentang mau meningkatkan diri dari yang sebelumnya kurang menjadi lebih. Belajar merupakan seni dimana setiap orang dihargai, bukan karena latar belakang yang menempel pada mereka, tapi dari apa yang mereka coba untuk tunjukkan. Belajar adalah tentang kesenangan. Kesenangan membaca banyak buku baru, menulis banyak tulisan, berlatih berbicara, dan lain sabagainya. Dan belajar adalah tentang bersyukur, atas otak, budi dan pikiran yang Tuhan percayakan bagi kita. Maka, percayakan semua pada Tuhan. Ia yang menciptakan, maka Ia yang kuasa membentuknya menjadi seperti apa. Dan janganlah merusak karunia itu dengan ketidakjujuran dan perbuatan tidak mulia.

Mari belajar...mari syukuri apapun itu..mulai buka diri untuk sebuah pengetahuan
Tuhan memberkati

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar